Hari Minggu kemarin, Rina dan 3 orang teman pergi ke Planet Hollywood untuk nonton. Sambil menunggu waktu pemutaran film, kami memutuskan untuk sholat ashar terlebih dahulu. Kebetulan 2 orang teman Rina belum melaksanakan sholat ashar. Karena di Planet Hollywood tidak ada mushollah, kami lalu memutuskan untuk sholat di bawah, di dekat parkiran motor kebetulan salah satu teman Rina sudah tahu tempatnya. Dari luar, mushollah itu sama sekali tidak kelihatan seperti tempat untuk sholat. Letaknya ada di sebuah lorong gelap, dekat kantin karyawan Hotel Kartika Chandra. Sebelumnya, kita harus melewati sebuah gerbang untuk masuk ke sana. Lumayan besar sih dan dipakai untuk sholat Jum’at. Ini bisa dilihat dari sebuah papan pengumuman jadwal Khotbah sholat Jum’at yang terdapat pada dinding depan mushollah tersebut. Tapi sepertinya nggak layak untuk dijadikan tempat beribadah dan dari luar pun tidak terlihat seperti sebuahtempat untuk sholat. Keadaan di dalam mushollah, lampunya redup banget. Lalu tempat wudhunya agak jauh, menyatu dengan kamar mandi. Jadi sebelum masuk ke kamar mandi, kita harus melewati tempat wudhu terlebih dahulu. Mungkin jika di sana disediakan sandal untuk orang berwudhu tidak menjadi masalah. Tetapi di sana tidak ada sandal. Jadi jika kita kebetulan memakai sepatu, ketika selesai wudhu kita haru melewati jalan keramik. Yang menjadi pertanyaan, apakah jalan yang kita lewati itu bersih ?? sementara tempat wudhu tersebut menjadi satu dengan kamar mandi, yang notabenya kamar mandi itu identik dengan segala sesuatu yang kotor. Ditambah lagi sebelum masuk ke dalam mushollah kita juga harus melewati tempat untuk menaruh alas kaki karena di sana tidak disediakan tempat khusus untuk menaruh alas kaki, contohnya seperti rak sepatu. Sempat menjadi bahasan kecil diantara kami berempat tentang keadaan mushollah tersebut. Tetapi yasudahlah, toh walaupun kita bahsa sepertinya tidak akan merubah keadaan di sana.
Malam harinya, karena film yang kami tonton selesai sekitar pukul 19.45, otomatis kami belum melaksanakan sholat maghrib. Kami lalu berjalan ke bawah, menuju mushollah yang sudah Rina ceritakan di atas. Ternyata gerbang untuk menuju mushollah sudah tutup. Di sana ada sebuah tulisan yang memberitahukan bahwa gerbang ditutup pukul 17.00. Dengan keadaan setengah bingung, kami lalu berjalan ke Gedung SCTV (duh, Rina lupa nama gedungnya!!) untuk mencari mushollah. Setelah bertanya dengan satpam Front Office yang ada di gedung itu, ternyata mushollah ada di belakang. Kami lalu mengikuti petunjuk yang diberikan satpam tadi. Ternyata mushollah nya jauh banget. Letaknya di parkiran belakang, dekat kantin juga. Mushollah nya lebih baik dibandingkan yang tadi, walaupun lebih kecil. Mushollah nya bercat hijau, dan di depan nya ada tembok dengan tulisan dari aluminium (seperti yang biasa dipakai untuk nomor rumah) yang memberitahukan identitas mushollah tersebut (nama dan alamat, sayangnya Rina lupa nama mushollah nya … hehehehe). Rina dan salah seorang teman hanya menunggu di luar karena kebetulan kami berdua sedang tidak sholat.
Dari 2 kejadian di atas, yang menjadi pertanyaan Rina adalah “Kenapa ya, kok sepertinya mushollah itu tempatnya selalu di belakang??”. Coba deh ingat-ingat lagi, setiap kita ke suatu pusat perbelanjaan (mall, plaza, dll) atau gedung perkantoran dan ingin ke mushollah, pasti tempatnya kalu nggak di belakang, di parikiran ataupun di basement. Pokoknya di tempat-tempat yang terpencil dan jauh. Memang sih, nggak semuanya seperti itu. Lalu apakah ketika gedung-gedung tersebut dibangun pihak pengembang serta pengelola tidak memperhatikan kelayakan dan lokasi tempat beribadah?? Jika di suatu gedung ada pegawai yang ingin sholat dan ia bekerja di lantai 25, sementara mushollah terletak di parkiran. Apakah itu tidak membuang waktu??. Memang sih, untuk sholat kita tidak diwajibkan di mushollah, bisa dimana saja asalkan tempatnya layak dan bersih. Tetapi apakah ruangan tempat kerja kita itu layak untuk beribadah ?? Berapa sih ukuran ruangan kerja zaman sekarang yang rata-rata sudah disekat-sekat?? Untuk sujud saja Rina yakin nggak bisa!! Lalu bagaimana dengan kelayakan tempat ibadah itu sendiri ?? Masih banyak tuh yang tidak layak !! Banyak banget mushollah yang cuma dibuat asal-asalan, ukurannya kecil banget, kotor, tempat wudhu antara pria-wanita yang menjadi satu serta ketidaklayakan lainnya. Mungkin itu lebih pantes disebut gudang daripada mushollah. Seharusnya pihak pengelola lebih memperhatikan hal-hal “kecil” (yah, mungkin bagi mereka itu kecil dan sepele) seperti itu. Tidak hanya memperhatikan keindahan arsitekturnya saja. Karena ibadah itu kan kewajiban, jadi jangan sampai timbul kesan menyulitkan orang lain untuk beribadah. Setidaknya beri tempat yang layak dan jangan jauh dari jangkauan. Semoga saja …..